BUANG SISTEM KAPITALISME, TERAPKAN SISTEM ISLAM

Petani di berbagai daerah menjerit karena kelangkaan pupuk sehingga mereka harus membelinya dengan harga mahal. Ketika panen, harga komoditas mereka sangat sering atau bahkan selalu anjlok. Petani pun lebih sering tekor. Akibatnya, taraf kesejahteraan mereka semakin merosot.

Pada saat yang sama, para pekerja ramai-ramai menggelar demonstrasi menolak revisi UU Ketenagakerjaan yang mereka nilai mengorbankan kaum buruh dan menguntungkan pengusaha misalnya ada ketentuan PHK tanpa pesangon. Para buruh menuntut 'jaminan' kesejahteraan-meski selama ini tidak pernah mencukupi-agar tidak dihilangkan. Di sisi lain, pengusaha juga harus menanggung beban bertumpuk-tumpuk sejak Pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 126% pada Oktober 2005 setelah sebelumnya naik rata-rata 29% pada Maret 2005. Investasi tidak mengalami pertumbuhan. Jangankan untuk tumbuh, usaha yang sudah ada saja banyak yang mengalami kesulitan untuk sekadar bertahan. Sementara itu, sekitar 40 juta angkatan kerja masih menganggur.

Birokrasi berbelit masih menjadi tradisi. Pungli ada dimana-mana. Korupsi belum juga teratasi. Kerusakan moral belum bisa direm apalagi diatasi. Moral masyarakat malah semakin dirusak dengan beredarnya media-media porno seperti terbitnya playboy (07/04/06). Sementara itu, RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi masih terganjal untuk disahkan menjadi UU.

Pendidikan semakin mahal. Ancaman kenaikan beban hidup pun terus mengintai. Harga elpiji sebentar lagi akan naik lagi. Semua itu adalah akibat sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem Kapitalisme yang dimaksud adalah sistem kehidupan yang tegak di atas asas sekularisme. Sekularisme adalah paham yang menolak campur tangan agama untuk mengatur kehidupan manusia dan menjadikan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur kehidupan mereka. Sekularisme melahirkan liberalisme, yakni kebebasan manusia untuk mengatur dirinya sendiri tanpa campur tangan Tuhan (agama). Liberalisme bahkan menjadi dasar bagi adanya kedaulatan manusia, yang mewujud dalam kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat itu diterapkan dalam sistem demokrasi melalui Pemilu dan proses-proses politik yang ada. Faktanya, tidak semua individu rakyat bisa masuk dan menentukan sistem politik itu. Hanya mereka yang memiliki modal dan terutama untuk mengongkosi proses politik itulah yang bisa menentukan.

Liberalisme juga menjadi dasar sistem ekonomi Kapitalisme yang melahirkan kebebasan kepemilikan. Lagi-lagi, para pemilik modal (para kapitalis)-lah yang akan mendominasi dan memegang kendali.

Dengan menihilkan peran agama dalam kehidupan, hilanglah aspek ruhiah dan moral dalam pengaturan kehidupan. Aturan-aturan Allah dicampakkan. Sebaliknya, aturan-aturan manusia diagung-agungkan. Nilai-nilai material-bukan nilai-nilai agama maupun moral-menjadi tolok ukur satu-satunya atau yang utama dalam kehidupan. Akibatnya, sistem Kapitalisme menjerumuskan manusia ke dalam jurang kehidupan yang serba materialistik dan kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya.

Sistem demokrasi yang oleh sebagian orang dikatakan sebagai sistem terbaik saat ini senyatanya merupakan sebuah industri politik. Hanya mereka yang memiliki modal atau akses modallah yang mampu masuk dan bermain dalam industri politik demokrasi. Sebab, untuk dapat ikut serta dalam proses politik demokrasi diperlukan modal yang tidak kecil. Karena itu, uang (kapital) dan pemilik modal akhirnya berperan penting dan memegang kendali politik meskipun sering tidak kelihatan secara kasatmata dan lebih berperan di balik layar melalui lobi-lobi elitis.

Saat ini kenyataan di atas semakin kasatmata. Penguasa telah secara terbuka menggandeng pengusaha/pemilik modal. Bahkan tidak sedikit penguasa/pemilik modal ikut bermain secara langsung menjadi bagian dari penguasa. Kenyataan ini terlihat hampir di mayoritas negara di dunia, tidak terkecuali negeri ini. Pemerintahan atau negara telah bergeser menjadi korporatokrasi (negara korporat). Pemerintah yang ada menjalankan fungsinya dengan prinsip bisnis. Pemerintah memerankan dirinya sebagai pedagang dan memposisikan rakyat sebagai konsumen. Pemerintah lebih memposisikan diri sebagai penjual barang dan jasa, sementara rakyat diposisikan sebagai konsumennya. Kekuasaan, pengaturan, dan pelayanan masyarakat telah menjadi 'barang dagangan' penguasa yang dijual kepada rakyat. Dalam perundingan mengenai Blok Cepu, misalnya, Pemerintah selalu mengatakannya sebagai perundingan business to business. Hal itu memperlihatkan bahwa Pemerintah tidak memposisikan diri sebagai layaknya pemerintah yang mengatur dan memelihara kepentingan rakyat, yang memandang kekayaan alam sebagai milik rakyat yang mesti dikelola Pemerintah-mewakili rakyat-yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan masyarakat.

Juga masih segar dalam ingatan kita, bagaimana Pemerintah memposisikan diri layaknya "pedagang" ketika menaikkan harga BBM yang rata-rata 126% Oktober lalu. Kenaikan harga BBM yang dikatakan menghemat anggaran APBN 21 triliun itu, ironisnya menurut Rizal Ramli justru telah menimbulkan inflasi tinggi hingga 17,89%, hingga mengakibatkan meningkatkan beban kewajiban utang Pemerintah sebesar Rp 30 triliun akibat meningkatnya suku bunga. (Kompas, 5/12).
Sistem politik Kapitalisme (demokrasi) telah menghasilkan para pemimpin yang-meski dipilih oleh rakyat bahkan secara langsung, bebas, dan jurdil-dalam kenyataannya lebih sering mengkhianati rakyat, melalaikan pemeliharaan kepentingan masyarakat, dan menjual pelayanan kepada masyarakat dengan harga mencekik.

Sejak era reformasi, Pemerintah negeri ini seakan bertekad mengadopsi dan menerapkan sistem ekonomi Kapitalisme secara lebih total. Untuk itu, Pemerintah seolah merasa perlu adanya 'bimbingan' dari negara/lembaga kapitalis internasional yang dianggap lebih berpengalaman. Jadilah negeri ini diasuh oleh Bank Dunia dan IMF serta negara-negara maju (Negara G-8). Akan tetapi, faktanya 'bimbingan' itu tidak memperbaiki ekonomi negeri ini tapi justru lebih menjerumuskan negeri ini ke jurang keterpurukan yang lebih dalam.

Sayangnya, meski secara resmi Pemerintah telah memutus hubungan dengan IMF, peran lembaga seperti IMF dan Bank Dunia itu masih terus berlangsung. Saat ini, utang berupa dana segar dari Bank Dunia hanya diberikan untuk utang Program Penyesuaian Struktural atau Structural Adjustment Program (SAP). Utang dengan skema SAP ini mensyaratkan Pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang mengarah pada kebijakan untuk:

1. Mengurangi peran Pemerintah dalam menyediakan barang publik, seperti listrik; maupun pelayanan umum, seperti pendidikan dan kesehatan.
2. Memberikan keleluasaan kepada para pemilik modal untuk mengelola barang publik dan pelayanan umum sebagaimana mengelola perusahaan yang bertujuan mengejar dan menumpuk keuntungan.

Adapun bentuk-bentuk Program Penyesuaian Struktural adalah:

1. Swastanisasi (Privatisasi) BUMN (Pengalihan kepemilikan BUMN dari Pemerintah kepada pihak swasta/asing).
2. Deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor.
3. Pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti beras, listrik, dan pupuk.
4. Menaikkan tarif telepon dan pos.
5. Menaikkan harga BBM.
6. Menaikkan biaya pendidikan sebanyak 300%. (Kau.or.id, 12/11/2004).

Dengan semua itu, negeri ini seakan semakin dijerumuskan lebih dalam untuk menerapkan sistem ekonomi kapitalis secara lebih liberal. Dengan ekonomi liberal, kebijakan penghapusan subsidi, misalnya, telah menimbulkan harga barang-barang kebutuhan pokok seperti BBM melambung tinggi, harga pupuk sangat berat bagi petani. Liberalisasi sektor keuangan telah memicu ekonomi biaya tinggi dan krisis moneter. Liberalisasi sektor perdagangan telah menyebabkan banyak perusahaan dalam negeri terancam gulung tikar karena produk-produk mereka tersisih oleh produk-produk luar negeri. Privatisasi BUMN telah mengakibatkan: (1) Kekayaan menumpuk pada segelintir individu atau perusahaan besar; (2) Negeri ini masuk ke dalam cengkeraman penjajahan ekonomi; (3) Pengangguran semakin meningkat, yang saat ini mencapai lebih dari 40 juta orang (Kompas, 8/4/06); (4) Negara kehilangan sumber-sumber pendapatannya; (5) Konsumen terbebani oleh harga-harga yang melambung akibat pajak tinggi atas perusahaan terprivatisasi; (6) Sumberdaya alam milik rakyat banyak dikuasai oleh pihak swasta, khususnya pihak asing; (7) Rakyat terhalang untuk memanfaatkan kekayaan milik mereka; (8) Privatisasi media massa memberikan peluang bagi masuknya serangan pemikiran kapitalis atas kaum Muslim.

Jelaslah, dengan sistem kapitalis ini akhirnya bangsa ini semakin melarat dan sengsara, bukan semakin makmur dan bahagia.

Kembali ke Islam
Sudah terbukti, sistem Kapitalisme hanya menyengsarakan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mengakhiri semua itu serta untuk mewujudkan kehidupan di negeri ini yang lebih baik dan bermartabat, solusinya tidak lain adalah kita harus kembali pada sistem Islam. Sistem Islam itu di antaranya akan:

1. Mewujudkan kehidupan yang dihiasi oleh nilai luhur, ruhiah, dan akhlak, tanpa mengesampingkan nilai materi.
2. Mewujudkan pemerintah dan rakyat yang bersama-sama dan sinergi dengan fungsi saling melengkapi dan mendukung untuk mewujudkan ketakwaan kepada Allah.
3. Mewujudkan pemimpin yang bertanggungjawab dan amanah; senantiasa memperhatikan, mengatur, dan memelihara kepentingan rakyat serta melindungi rakyat dari segala yang membahayakan mereka.
4. Berpihak kepada seluruh rakyat (yakni dengan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap rakyat; seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal), bukan memihak segelintir rakyat (seperti konglomerat) dan pihak asing.
5. Negara menjamin kebutuhan jasa yang pokok bagi rakyat yaitu keamanan, kesehatan, dan pendidikan.
6. Negara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap rakyat untuk memuaskan kebutuhan sekunder atau tersiernya dengan semaksimal mungkin secara syar'i.
7. Negara mendistribusikan kekayaan di antara masyarakat dan tidak membatasinya pada tangan orang-orang kaya saja.
8. Mengubah basis uang kertas ke basis uang emas dan perak sehingga nilai mata uang akan stabil dan dominasi dolar bisa diruntuhkan.
9. Tidak lagi mengambil utang kepada IMF atau Bank Dunia, dan hanya mengembalikan pokok utangnya (tanpa bunga).
10. Menghapus sistem perbankan ribawi serta membuat Baitul Mal dan bank sentral negara sebagai lembaga yang memberikan pinjaman kepada rakyat tanpa mengambil bunga.
11. Mengelola sendiri sumberdaya alam milik rakyat dan tidak menyerahkan dan menjualnya kepada pihak swasta atau asing.
12. Menjamin pengadaan lapangan kerja bagi seluruh rakyat; menjamin nafkah orang yang tak mempunyai harta, tak punya pekerjaan, dan tak ada orang yang wajib membiayai serta mengurus penampungan orang-orang jompo dan yang terganggu kesehatan jiwanya.

Wallâhu a'lam bi ash-shawâb.





0 komentar:

Posting Komentar